Selasa, 09 Februari 2010

Rumah Kecil Yang Ceria


NARITA
Sabtu, 11 April 2009, jam 09:00.
Aku memandangi Rio sepupukuku yang gemuk dengan sedikit sebal. Mengapa anak itu selalu bergerak-gerak tak bisa diam? Ia mengganggu konsentrasiku untuk membangun kembali serangan dua kudaku di atas papan catur ini.
"Ayo teh, jalan teh, jangan bengong aja. Kalo pake bendera pasti teteh udah kalah dari tadi."
"Quiet Rio..."
"Mau dikemanain sih itu kudanya dari tadi dipegangin terus. Jalan udah ketutup rapat teh."
"Just shut up."
Sebuah Taruna berhenti di muka rumah. Beberapa wanita muda keluar dan masuk ke halaman rumahku. Mereka adalah teman-teman Nandya.
"Hai Ita," sapa salah seorang dari mereka. Aku mengenalinya sebagai salah satu anggota di klub renang Nandya.
"Hai mbak Rita," balasku.
"Nandya lagi ngapain?"
"Lagi nonton VCD. Masuk aja mbak."
"O ya, kenalin, ini Dini, ini Hama, ini Erna," katanya kemudian sambil menggamit tangan teman-temannya untuk diperkenalkan denganku, "Ini Narita adiknya Nandya. Panggilannya Ita"
"Hai Ita," sapa merema hampir bersamaan.
"Haai," balasku sambil menyalami tangan mereka, "Kenalin juga ini Rio, sepupu aku." kataku kemudian, memperkenalkan Rio.
Setelah sedikit berbasa-basi, merekapun masuk ke dalam rumah menemui Nandya.
Aku kembali menatapi papan catur itu.
"Itu tadi siapa aja teh?" tanya Rio.
"Temen-temen teh Ndai"
"Cantik-cantik banget, gila."
Aku tak menggubris kata-katanya karena fikiranku terkuras oleh posisi buah-buah caturku di atas papan. Aku heran bagaimana bisa seruwet ini?
"Apalagi yang pake tank top item tuh waduh, sexy banget," sambungnya.
Aku meliriknya sekejap. Anak ini sedang berangkat dewasa. Umurnya sudah hampir 16 tahun. Tak heran jika ia mengeluarkan kata-kata seperti itu.
"Kayak pemain bokep..."
Aku terperanjat mendengar kata-katanya yang terakhir.
"Apa lo bilang?"
"Udah, ayo teh, jalan," katanya sambil menunjuk papan catur.
"Gue nggak mau ya lo mikir yang enggak-enggak di depan gue."
"Rio nggak mikirin teteh, Rio mikirin yang tadi pake tank top...."
"Sama aja. Tapi awas aja lo berani mikir macem-macem tentang gue."
"Nggak berani teh, udah ayo jalan."
Anak itu membuat rencana seranganku sedikit buyar. Aku kembali membangun rencana itu dari awal. Tampaknya serangan dua kuda memiliki prospek yang baik. Aku menggeser gajahku untuk memberi ruang gerak yang lebih bebas bagi kedua kudaku. Namun ia merebut waktuku dengan menyerang gajah tersebut dengan bidaknya. Aku memundurkan gajahku dan ia mencuri kotak itu dengan memajukan bidak yang lain. Aku terperangah. Ia menang posisi. Aku harus mengantisipasi penyusupan yang akan ia lakukan. Sepertinya ada celah yang bagus. Harus dipikirkan dengan seksama. Tiba-tiba ia membuat gerakan seperti bergidik.
"Kenapa lo?" tanyaku.
"Rio inget situs yang tadi dibuka sama temen Rio."
"Situs porno ya?" tanyaku curiga.
"Bukan teh, situs ekstrim."
"Situs ekstrim apaan?"
"Ada, situs yang isinya video-video ekstrim."
"Kayak gimana misalnya?"
"Ada orang yang tangannya diiket terus lehernya digorok pelan-pelan pake pisau sampe orangnya gelepar-gelepar sebelom mati, ada yang pinggangnya mejret terus isi perutnya keluar kegiles truk trailer sampe matanya melotot-melotot sebelom mati ada yang..."
"Aah! Anjrit! Stop... Huek! Setan!"
"Yang lebih serem lagi teh, ada anak kecil yang di..."
"Stop it Rio! Aduh... Mual perut gue, sialan! Brengsek!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar